Artificial Intelligence, Sungguhan Cerdas?

Kecerdasan buatan yang sekarang banyak di dengungkan ternyata belum benar benar cerdas. Kita masih seperti berbicara dengan anak umur tujuh tahun. Sebagai seorang praktisi di dunia digital dan teknologi, saya sangat paham perbedaan antara A.I. (Artificial Intelligence — Kecerdasan Buatan) yang sesungguh nya dan robot penjawab yang kita kenal sebagai chatbot.

Sangat mudah untuk mengelabui orang awam untuk mudah percaya bahwa robot penjawab adalah sebuah A.I. dan memang kenyataan nya robot penjawab adalah kecerdasan yang dibuat, tapi tidak seperti yang kita tonton di film hollywood dimana sebuah robot atau komputer dengan sangat mudah dapat mencari, menjawab dan memberikan solusi untuk keseharian hidup kita.

Robot penjawab (chatbot) yang disebut-sebut sebagai “kecerdasan buatan” masih sebatas identifikasi pertanyaan dan memperkirakan jawaban. Dimana jika robot penjawab tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan pengguna, maka akan ditawarkan untuk berbicara langsung dengan manusia. Atau kecerdasan buatan di sebuah kamera hanya bisa sebatas mengidentifikasikan data yang sudah di program dengan dataset (rangkaian data) yang sudah ditanamkan. Jika menemukan sebuah bentuk dan warna di luar dataset yang ditanamkan, maka proses identifikasi gagal dan memberikan informasi yang salah atau tidak akurat. Pengguna yang tidak puas akan menentukan sendiri seperti pemilihan aperture, ISO, objek dan cahaya.

Imajinasi robot dan komputer cerdas dan mandiri yang digambarkan di film-film hollywood itu, dimana dapat menganalisa dan memberikan jawaban yang simpatik cerdas dan akurat, saat ini masih jauh dari pencapaian. Lalu apa yang menjadi syarat sebuah kecerdasan buatan yang sebenarnya?

Sebuah Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan) bisa dibilang memiliki kecerdasan buatan yang sesungguhnya, jika:

  1. Dapat memahami dan menemukan penemuan baru.
    Apa yang tidak dilihat dan diperhatikan oleh manusia dapat digambarkan dan dijelaskan oleh kecerdasan itu.
  2. Dapat menentukan dan membuat peraturan baru untuk saat ini dan masa depan.
    Kecerdasan yang dapat menganalisa apa yang sudah dipelajari, harus mampu dan sanggup mengatur atau mengorganisasikan pengaturan sistem saat ini dan membuat pengaturan baru yang lebih efisien.
  3. Memiliki kemampuan merubah data.
    Harus memiliki kemampuan merubah dataset dasar atau awal menjadi sebuah dataset baru yang dapat digunakan untuk menemukan penemuan baru dan terus belajar.
  4. Kemampuan untuk mengambil keputusan di situasi yang baru dan belum pernah dialami.
    Sebuah kecerdasan harus dapat mengubah dataset yang sudah ditanamkan menjadi suatu hal yang baru dan mengambil keputusan berdasarkan pengalaman baru tersebut.
  5. Kemampuan mengambil dan mengolah data besar sesuai dengan yang dibutuhkan.
    Seperti manusia yang terus belajar dari pengalaman hidupnya, sebuah kecerdasan buatan juga harus dapat terus menjelajah pengetahuan (dataset) baru dan belajar dari maha data (big data) tersebut.
  6. Kemampuan untuk mengingat dan melupakan.
    Kemampuan menilai dataset yang tidak berguna, berguna dan relevan dengan apa yang dibutuhkan. Peradaban selalu berubah dan maju, dataset yang sudah usang dan ketinggalan jaman harus dapat dibuang dan diganti dengan yang baru, agar saran, anjuran dan jawaban menggunakan informasi terkini.
  7. Kemampuan untuk menafsirkan, menggambarkan, menerangkan dan mangajurkan.
    Alangkah bagusnya jika sebuah kecerdasan buatan dapat berinteraksi dengan pengguna secara simpatik, menarik, cerdas, akurat dan terkini. Interaksi yang baik dan alami dengan manusia adalah dasar dari sebuah kecerdasan buatan yang kita impikan. Sayangnya kita belum sampai disana.
Founder and CEO of YesDok (Telemedicine) and Skin Mystery (Smart Skincare and Cosmetics)